Senin, 11 Agustus 2008

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

A . Pendahuluan

Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu : hal tentang ada yang menjadi bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata "Epistemologi" berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata "Episteme" dengan arti pengetahuan dan kata "Logos" berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.

Epistemologi juga disebut sebagai cabang filsafat yang relevansi dengan sifat dasar dan ruang lingkup pengetahuan, pra-anggapan-pra-anggapan, dan dasar-dasarnya, serta rehabilitas umum dari tuntutan akan pengetahuan. Epistemologi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula, struktur, metode, dan validity pengetahuan. Berdasarkan berbagai defenisi itu dapat diartikan, bahwa epistemologi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang meliputi :
a.Filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
b.Metode, sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk memperoleh pengetahuan.
c.Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.

Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, begitu luasnya tentang epistemologi, maka dalam bahasan ini akan dijelaskan tentang masalah urgensi (pentingnya) epistemologi, metode-metode untuk memperoleh pengetahuan, dan apa yang diungkapkan oleh metode tersebut. Istilah "Epistemologi" dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere dari Institute of Metaphysics pada tahun 1854 Masehi, dengan tujuan membedakan antara 2 cabang filsafat yaitu : epistemologi dengan ontologi.


B . Urgensi Epistemologi

Sebenarnya baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap yang dapat diketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan manusia, sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya tidak ada pengetahuan sebab urgensi pengetahuan bagi berbagai pengetahuan yang muncul dalam kehidupan.


C . Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan

Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata "methos" yang terdiri dari unsur kata berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata "kovos" berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah. Pertanyaan utama dalam permasalahan epistemologi (pengetahuan) yang dimunculkan dan dibahas adalah mengenai bagaimana cara memperoleh tentang pengatahuan? atau lebih tepatnya bagaimana metode untuk memperoleh pengetahuan?. Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :

1. Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.

2. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a.Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b.Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.

3. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Ada empat macam pengetahuan menurut Kant :
a.Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.
b.Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya terpisah.
c.Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
d.Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Menurut Kant, syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah:
a.Bersifat umum dan bersifat perlu mutlak.
b.Memberi pengetahuan yang baru.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.

4. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.

5. Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun fakta-fakta secara nyata. Untuk memperkuat hipotesa dibutuhkan dua bahan-bahan bukti :
a.Bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut. b.Hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dan merupakan suatu faktor penting didalam metode ilmiah.


D . Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dari kelima metode tersebut dapat tergambar bahwa masing-masing metode mengklaim dirinyalah yang paling bagus dan berhak diakui sebagai metode epistemologi yang cocok. Hal demikian akan menyebabkan selalu timbul permasalahan epistemologi. Masing-masing metode epistemologi bagus dan cocok menurut kerangka dan pola epistemologi mereka masing-masing. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa masalah epistemologi adalah masalah yang berkaitan dengan eksistensi epistemologi dan hal ini sangat penting dalam mengantarkan manusia berpengetahuan.



DAFTAR RUJUKAN

Abbas Hamami. 1997. Epistemologi Ilmu. Yogyakarta : Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

Anoliab, Watloly. 2005. Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi Secara Kultural . Yogyakarta : Kanisius

Harun Hadiwijono. 1980. Sari SejarahFilsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius

Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat . Terjemahan oleh Soejono Soemargono. 1992. Yogyakarta : Tiara Wacana

Miska, Muhammad Amin. 1983. Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta : UI Press

Pudjawijatna. 1963. Pembimbing Kearah Alam Filsafat . Jakarta : Pembangunan Djakarta

Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar . Jakarta : Rineka Cipta

Yuyun, S. Suriasumantri. 1989. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan